Pambuko Rutinan Sanggar Kedirian 10 Desember 2021
Tema ini lahir sebagai respon atas beredarnya video erupsi Gunung Semeru yang viral beberapa hari lalu. Banyak dari kita yang tidak percaya dan bertanya mengapa sebelumnya tidak ada pemberitahuan dari BMKG? Apakah alat pendeteksi erupsinya benar-benar rusak atau murni keteledoran pihak BMKG?
Sebenarnya pertanyaan seperti itu tidak penting-penting amat. Sebab mau dijawab selogis dan seilmiah mungkin, kita yang jauh dari lokasi kejadian tidak akan pernah tahu kebenarannya. Justru yang seharusnya kita ketahui ialah bagaimana membaca pertanda alam supaya kejadian seperti kemarin bisa diminimalisir dampaknya.
Soal membaca pertanda alam seperti itu, kita yang mengaku sebagai manusia modern paling beradab jelas tidak bisa dibandingkan dengan manusia kuno macam mbah-mbahane dewe. Hanya dengan niteni gelagat hewan-hewan yang mulai resah, suaranya saling bersahutan tak karuan, hingga secara berduyun-duyun turun gunung, mereka tahu bahwa keadaan sedang tidak baik-baik saja.
Itu hanya sebagian kecil contoh membaca pertanda alam. Bagi yang tahu tanda-tanda lainnya bisa di-share agar menjadi bahan rembukan bersama. Atau barangkali ada yang mempunyai sudut pandang penghakiman ala-ala Islam Kaffah yang selalu mengaitkan gejala alam dengan murka Tuhan, silakan. Justru semakin menambah keluasan cakrawala pandang kita yang selama ini hanya mengenal Rahman-Rahim namun kurang familiar dengan Jabbar-Mutakabbir, Hasib dan Muntaqim.
Juga jangan lupakan bahwa nama lain Semeru ialah Mahameru. Maha adalah ungkapan untuk menggambarkan ketakterhinggaan, keagungan. Sementara meru ialah tempat suci persemayaman dewa. Secara harfiah bisa diartikan sebagai pusat keagungan nan suci. Jangan-jangan erupsi kemarin yang mengagetkan itu tanpa disadari adalah karena ulah kita sendiri yang sudah mengotori salah satu tempat suci milik-Nya? Monggo dirembuk sareng-sareng dalam rutinan Sanggar Kedirian kali ini.
0 komentar:
Posting Komentar